Seorang kiai kaya raya, Syekh Puji, mengaku akan menikahi
dua bocah lagi, umurnya 9 dan 7 tahun. Keduanya akan dinikahi sekaligus
dengan Lutfiana Ulfa (12). Kalau pernikahan itu terwujud, Syekh Puji
memiliki empat istri.
Kiai nyentrik yang terkenal karena membagi zakat Rp 1,3
miliar ini beberapa hari terakhir membuat heboh karena tersebar kabar
bahwa ia telah menikahi gadis cilik berusia 12 tahun bernama Lutfiana
Ulfa.
Sebelumnya, pada bulan puasa lalu sang kiai membagikan zakat
yang jumlahnya sangat spektakuler. “Kalau Ulfa umurnya 12 tahun, gadis
yang lain ada yang umurnya 9 tahun dan satu lagi 7 tahun,” kata Syekh
Puji.
Pernikahan dengan para bocah itu akan dilangsungkan dalam
waktu dekat atau bahkan dalam minggu-minggu ini. Pada pernikahan itu
Puji akan menikahi tiga gadis di bawah umur sekaligus, salah satunya
adalah Lutfiana Ulfa. Namun, kiai bernama asli Pujiono Cahyo Widianto
(43) itu masih merahasiakan nama kedua bocah yang juga bakal menjadi
istrinya.
Syekh Puji punya alasan mengapa ia berhasrat menikahi
gadis-gadis belia. “Saya ini memang sukanya yang kecil,” kata pendiri
dan pengasuh Pondok Pesantren Miftakhul Jannah, Semarang, Jawa Tengah,
ini.
Menurut Puji, dirinya memang suka dengan wanita yang masih
kecil supaya ia bisa dengan mudah mendidik pasangannya agar menjadi
orang hebat. Menurut Puji, ketiga istri ciliknya tersebut bakal diminta
mengurus sejumlah perusahaannya.
Saat ditanya apakah bocah-bocah di bawah umur itu bersedia ia nikahi, Syekh Puji menjawab sambil terkekeh, “Wong mereka sudah menyatakan cintanya kepada saya. (Ulfa bilang) Saya cinta Syekh Puji.”
Ketika dikatakan bahwa pernikahannya dengan gadis cilik itu
menimbulkan pro-kontra di masyarakat, Syekh Puji beralasan pernikahan
tersebut ia lakukan berdasarkan ajaran agama. “Saya punya dasar agama
juga. Enggak ngawur,” katanya. Syekh Puji mengatakan, dia mengikuti
Rasulullah SAW yang menikahi Aisyah, gadis berumur 7 tahun. Namun,
Rasulullah tidak bercampur dengan Aisyah hingga si gadis akil baliq.
Syekh Puji pun tidak akan bercampur dengan istri-istri ciliknya sebelum
mereka akil baliq.
“Saya sesuai ajaran kanjeng nabi. Kalau menikah dengan yang
umurnya 7 tahun boleh saja. Kalau urusan campur, itu baru dilakukan
setelah dia mens,” ujarnya. Menurut Syekh, Lutfiana Ulfa sudah akil
baliq atau dengan kata lain sudah haid. Syekh Puji juga menjelaskan
bahwa sejauh ini pernikahannya dengan Ulfa belum terjadi. Rencananya,
Puji akan menikahi Ulfa dan dua gadis cilik lainnya sekaligus atau di
waktu dan tempat yang sama.
Sebelumnya, Darmo, tetangga Ulfa, mengatakan bahwa Syekh
Puji pada bulan Puasa lalu mengatakan telah menikahi Ulfa secara siri.
Darmo mengaku tak tahu pasti kapan pernikahan siri dilakukan. Namun,
menurut kabar yang ia dengar, pernikahan itu digelar di ponpes
Miftakhul Jannah milik Syekh Puji.
Dilarang
Kiai Husein Muhammad, Komisioner Komnas Perempuan,
menyatakan, pernikahan pria dewasa dengan wanita di bawah umur dan
dilakukan secara siri merupakan pernikahan terlarang. Pasalnya,
pernikahan tersebut merugikan si perempuan. “Tidak boleh terjadi
pernikahan di bawah umur dan nikah siri. Ini harus ada solusi. Islam
itu melindungi perempuan,” katanya.
Husein Muhammad menegaskan, menikahi bocah 12 tahun
melanggar UU Perkawinan. Ia tidak bisa menerima alasan yang
mengatasnamakan Islam dalam kasus pernikahan tersebut.
Pernikahan siri, kata Husein, sangat bertentangan dengan
ajaran Islam. “Karena Islam justru harus melindungi perempuan. Kalau
nikah siri, malah merugikan, bukan melindungi,” katanya. “Si perempuan
tidak punya perlindungan hukum kalau terjadi apa-apa bagaimana? Belum
lagi kalau punya anak, anaknya tidak akan diakui oleh negara,” tutur
Kiai Husein.
Bagaimana pendapat dari sisi medis? Dokter spesialis
obstetri dan ginekologi dr Deradjat Mucharram Sastrawikarta Sp.Og
mengatakan, pernikahan pada anak perempuan berusia 9-12 tahun sangat
tidak lazim dan tidak pada tempatnya. “Apa alasannya ia menikah?
Sebaiknya jangan dulu berhubungan seks hingga anak itu matang fisik
ataupun psikologis,” ujarnya saat dihubungi semalam. Menurutnya,
pernikahan itu menyalahi peraturan pemerintah yang mewajibkan usia
minimal 16 tahun untuk menikah.
Dokter yang berpraktik di klinik spesialis Tribrata Polri
ini menjelaskan, kematangan fisik seorang anak tidak sama dengan
kematangan psikologinya sehingga meskipun anak tersebut memiliki badan
bongsor dan sudah menstruasi, secara mental ia belum siap untuk
berhubungan seks. “Apakah anak seusia itu sudah mengerti tentang
hubungan seks, kalau belum, itu bisa saja dikatakan ‘menggagahi’ karena
bukan atas dasar suka sama suka,” tandasnya.
Ia menambahkan, kehamilan bisa saja terjadi pada anak usia
12 tahun. Namun, psikologinya belum siap untuk mengandung dan
melahirkan. Jika dilihat dari tinggi badan, wanita yang memiliki tinggi
dibawah 150 cm kemungkinan akan berpengaruh pada bayi yang
dikandungnya. Posisi bayi tidak akan lurus di dalam perut ibunya. Sel
telur yang dimiliki anak juga diperkirakan belum matang dan belum
berkualitas sehingga bisa terjadi kelainan kromosom pada bayi.
Dalam mengahadapi persalinan, kematangan psikis juga sangat
berpengaruh. Di kota-kota besar, bisa saja dilakukan operasi
melahirkan. Namun, persalinan normal bagi anak yang belum dewasa juga
cukup beresiko.
Jika hubungan seks dilakukan pada saat anak tersebut belum
menstruasi, bisa mengakibatkan robek berat pada bagian keintimannya dan
bisa mengganggu sistem reproduksinya kelak jika terjadi infeksi.
Sementara itu, Warta Kota menerima telepon dari
orang yang mengaku adik kelas Syekh Puji sewaktu SMP di Semarang. Orang
yang meminta namanya tidak disebutkan ini mengatakan, Syekh Puji
memiliki sifat doyan perempuan. “Yang saya tahu sebelum ini dia sudah
memiliki banyak istri,” katanya.
Sebelum menjadi miliarder, Syekh Puji pernah menjadi
karyawan perusahaan kaset di Jakarta. Setelah berhenti bekerja, Syekh
Puji membuka usaha kaligrafi kuningan. “Omzetnya Rp 150 miliar
setahun,” katanya.
Sistem penjualan yang dilakukan Syekh Puji menggunakan direct selling.
Dia merekrut pengangguran untuk menjadi tenaga penjual yang dikirim ke
berbagai daerah. Usahanya berhasil karena omzet penjualannya terus
meningkat.
“Namun, ada cacatnya, karena sistemnya bagi hasil, orang
yang dikirim ke berbagai daerah penghasilannya tergantung dari hasil
penjualan. Kalau dagangannya tidak laku, orang itu tak akan punya
uang,” katanya
Senin, 03 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar